Sabtu, 25 Februari 2012

Terbangun dari Tidur Malam Hari Bagus untuk Kesehatan

sumber : http://health.detik.com

Seringkali orang khawatir jika terbangun dari tidur di malam hari. Namun beberapa bukti menunjukkan tidur malam selama delapan jam penuh sebenarnya tidak alami. Yang alami adalah tidur setiap empat jam dan kemudian terbangun selama satu atau dua jam, kemudian tidur lagi selama empat jam.

Seorang psikiater bernama Thomas Wehr melakukan percobaan di mana sekelompok orang diminta untuk tidur 14 jam setiap hari selama satu bulan. Butuh waktu bagi para peserta agar dapat mengatur pola tidurnya. Pada minggu keempat, kesemua peserta telah dapat menyesuaikan pola tidurnya. Peserta tidur selama empat jam, kemudian bangun selama satu atau dua jam kemudian tidur lagi selama empat jam.

Tak hanya itu, ilmuwan bernama Roger Ekirch dari Virginia Tech menerbitkan makalah yang disusun dari penelitian selama 16 tahun. Ia mengungkapkan banyak bukti sejarah bahwa manusia di zaman dahulu terbiasa tidur selama dua waktu dalam semalam.

Bukunya yang berjudul 'At Day's Close: Night in Times Past' berisi lebih dari 500 referensi pola tidur dari buku harian, catatan pengadilan, catatan kesehatan dan buku sastra. Buku ini menggambarkan tidur pertama dimulai sekitar dua jam setelah senja, kemudian terbangun selama satu atau dua jam dan kemudian tidur lagi untuk yang kedua kalinya.

Selama periode bangun di antara dua tidur ini, tubuh cukup aktif. Orang sering bangun, pergi ke toilet atau merokok dan bahkan mengunjungi beberapa tetangga. Namun kebanyakan orang tetap di tempat tidur, membaca, menulis dan seringkali berdoa. Sudah ada banyak buku tentang doa yang tak terhitung jumlahnya dari abad ke-15 berisi tentang doa khusus untuk jam di antara dua tidur ini.

Petunjuk dari dokter di Perancis abad ke-16 menyarankan kepada pasangan suami istri bahwa waktu terbaik untuk hamil bukan setelah bekerja seharian, tetapi setelah bangun dari tidur pertama, yaitu ketika suasana lebih tenang dan dapat berhubungan seks dengan lebih baik.

Gagasan yang mendukung tidur pertama dan kedua ini mulai menghilang selama abad 17-an. Diduga hal ini disebabkan kalangan kelas atas di Eropa Utara menurunkan kebiasaannya tidur selama 8 jam penuh ke seluruh masyarakat Barat. Pada tahun 1920, kebiasaan tidur pertama dan kedua telah sepenuhnya hilang.

"Malam hari pada abad ke-17 berkaitan dengan banyak hal yang tidak baik. Malam adalah waktu yang dihuni oleh orang-orang jahat, pelacur dan pemabuk. Tidak ada gengsi atau nilai sosial yang berkaitan dengan begadang semalaman," kata sejarawan, Craig Koslofsky, penulis buku 'Evening's Empire' seperti dilansir BBC, Jumat (24/2/2012).

Saat ini, kebanyakan orang tampaknya telah beradaptasi untuk tidur selama delapan jam penuh. Tetapi Ekirch percaya bahwa banyaknya gangguan tidur saat ini berasal dari dorongan alami dari tubuh untuk tidur terpotong tiap empat jam sekali. Itulah mengapa banyak orang yang mengaku insomnia kemudian tidak mudah tertidur kembali.

"Banyak orang bangun di malam hari dan kemudian panik. Saya memberitahu mereka bahwa apa yang mereka alami merupakan pola tidur yang terpisah dan hal itu baik bagi mereka. Lebih dari 30% gangguan kesehatan yang terjadi disebabkan dari tidur, baik langsung maupun tak langsung," ujar Russell Foster, profesor jam tubuh neuroscience di Oxford University.

Jacobs menunjukkan bahwa periode antara bangun tidur bisa memainkan peran penting bagi manusia untuk mengatur stres secara alami. Dalam catatan sejarah, ditemukan bahwa banyak orang yang memanfaatkan waktu itu untuk merenungkan mimpinya.

"Saat ini hanya sedikit orang yang melakukan hal ini. Maka bukan hanya kebetulan jika dalam kehidupan modern, jumlah orang yang mengalami kecemasan, stres, depresi, ketergantungan alkohol dan penyalahgunaan narkoba semakin naik," kata Dr Jacobs.

Jadi, jika terbangun di tengah malam, pikirkanlah kebiasaan orang-orang di masa lampau dan bersantai. Karena terbangun di tengah malam bisa jadi baik untuk kesehatan.

Rabu, 22 Februari 2012


Sebuah riset terbaru dari seorang ilmuwan Belanda mengguncangkan publik. Dia menemukan kandungan hemoglobin (darah merah) dari babi sebagai salah satu bahan untuk filter rokok.

Fakta mencengangkan ini diungkapkan peneliti dari Eindhoven, Belanda, Christien Meindertsma, dan lalu didukung oleh Profesor Kesehatan Masyarakat dari University of Sydney, Simon Chapman.

Hemoglobin atau protein darah babi, ternyata digunakan untuk membuat filter rokok agar lebih efektif untuk menangkap bahan kimia berbahaya, sebelum masuk paru-paru seorang perokok. Menurut Chapman, industri rokok dunia memang kerap merahasiakan bahan-bahan yang mereka gunakan.

“Menurut mereka, ini adalah bisnis dan rahasia dagang kami,” kata Chapman seperti dilansir News.com, Kamis (1/4/2010).

Prof Chapman mengatakan penelitian ini memberitahu dunia tentang rahasia pembuatan rokok, dan untuk meningkatkan kepedulian terhadap umat Muslim dan Yahudi yang taat, karena babi sangat diharamkan bagi kedua agama tersebut.

“Masyarakat Yahudi dan Muslim pasti akan menanggapi hal ini dengan sangat serius, dan juga para vegetarian,” pungkas Chapman. Tak ayal temuan ini menjadi bahan diskusi serius para ulama Islam dan para agamawan Yahudi di berbagai negara.

source : http://www.fimadani.com

Rabu, 15 Februari 2012

SUKSES = BAHAGIA

SUKSES = BAHAGIA

Pada sebuah seminar saya bertanya kepada para peserta "Apakah Anda ingin SUKSES ?" Kompak menjawab "Ingiiiiin...!" Saya lanjutkan "Apakah Anda mau SUKSES?"...Kompak juga menjawab "Mau...!"

Ya...itulah "alamiah"-nya manusia....ingin SUKSES dan mau SUKSES...(benar ?)

Tapi kadang ketika ditanya "Apa itu SUKSES...?"...hampir tidak ada yang bisa langsung menjawabnya....Kalaupun toh ada yang bisa menjawab biasanya, jawabannya tidak jauh dari seputaran "TA", yaitu kalau punya HARTA banyak, kalau punya TAHTA banyak, dan kalau punya WANITA banyak...(bagian yang terakhir ini (wanita, red) saya kurang setuju...apa alasan saya, nanti saya jelaskan dibagian akhir)

Biasanya SUKSES dikaitkan dengan suatu UKURAN. Dan ukuran sukses ditiap wilayah/negara berbeda-beda.

Bagi orang CINA, SUKSES itu ada 3 hal :
1. Panjang umurnya (Shio)
2. Banyak hartanya (Hok)
3. Banyak kekuasaanya (Lok)

Bagi orang AMERIKA, SUKSES itu ada 3 hal juga, yaitu :
1. Power (banyak kekuasaaannya)
2. Position (banyak kedudukannya)
3. Property (banyak kekayaannya)

Nah, bagaimana dengan kita orang INDONESIA ? Anda tentu sudah bisa menebaknya....ya benar, 3-TA seperti saya sudah sebutkan diatas, yaitu Harta, Tahta dan Wanita

Untuk nomor 1 dan nomor 2 saya setuju....tapi untuk nomor 3, saya lebih memilih "tidak". Mengapa ? Ada 2 alasan saya :
1. Karena SUKSES itu bukan hanya miliknya LAKI-LAKI saja....tapi WANITA-pun punyak HAK untuk memiliki SUKSES....(benar ?)
2. Konotasi kata "Wanita" lebih diidentikkan dengan --maaf--, pemuasan seksual....( "wanita" dijadikan objek seks)....padahal kedudukan wanita sangat mulia dimata Alloh SWT. Kemuliaannya diibaratkan dengan "surga ditelapak kaki ibu"...dan kata "ibu" itu pasti "wanita", tidak ada "ibu" yang "laki-laki"...he..he..he..

Dengan dasar itu, maka saya mengatakan ukuran SUKSES orang INDONESIA bukan "WANITA" tapi saya ganti dengan "KATA".
Apa maksudnya ? Kata "KATA" disini saya artikan "orang yang memiliki banyak ilmu". Orang yang banyak ilmunya, identik dengan orang yang banyak "kata", apakah "kata-kata"nya diucapkan dalam bentuk "lisan" misal sebagai narasumber, penceramah, pembicara pada seminar, dll, maupun dalam bentuk "tulisan", misal nulis buku, nulis artikel..dll. Maka ketika orang lain "mendengar" atau "membaca" "kata-kata"-nya, berarti dia telah mengalirkan ilmunya....ketika itu SUKSES-lah dia (paling tidak sukses menyampaikan ilmu yang dimiliknya).

Lalu, apakah cukup 3-TA (Harta, Tahta, Kata) saja ukuran SUKSES seseorang ? Menurut saya tidak ! Masih ada satu TA lagi, yaitu CINTA. Tentu Anda mengeryitkan dahi...apa maksudnya ?

CINTA adalah kasih sayang...Tanpa cinta hidup terasa hampa...Coba kita pikir hal berikut ini :
Buat apa HARTA banyak, kalau yang punya HARTA tidak cintai orang lain
(Buat apa KEKAKAYAAN banyak, kalau orang lain tidak merasakan manfaatnya)
Buat apa TAHTA banyak, kalau yang punya TAHTA tidak dicintai orang lain
(Buat apa KEKUASAAN banyak, kalau anak buah/rakyatnya tidak mencintainya)
Buat apa KATA banyak, kalau yang punya KATA tidak dicintai orang lian
(Buat apa ILMU banyak, kalau orang yang membaca/mendengar tidak mencintainya)

Ketika seseorang "memberi cinta", sesungguhnya dia sedang belajar bagaimana "menerima cinta untuk dirinya"
Ketika seseorang "menerima cinta", sesungguhnya dia sedang belajar bagaimana "membuktikan cinta untuk orang lain"
Ketika seseorang mampu "menerima dan memberi cinta", itulah KESUKSESAN terbesar dalam hidupnya.

Setiap orang/manusia butuh CINTA, butuh kasih sayang...agar bisa merasakan cinta, dia harus memberi cinta...(bahasa saya yang lain "mencintai dulu, baru dicintai"

Ketika salah satu dari 4-TA tadi dimiliki, saat itulah dia BAHAGIA...Ketika dia BAHAGIA, sesungguhnya dia telah SUKSES...
Maka SUKSES = BAHAGIA...

Semoga KEBAHAGIAAN meliputi kita semua...Amiin.

Salam SUKSES

Batam, 15 Februari 2012

Cahyo Budi Santoso

Jumat, 10 Februari 2012

Sekolah 5 Senti

Sekolah 5 Senti

Oleh: Rhenald Kasali *

Setiap kali berkunjung ke Yerusalem, saya sering tertegun melihat orang-orang Yahudi orthodox yang penampilannya sama semua. Agak mirip dengan China di era Mao yang masyarakatnya dibangun oleh dogma pada rezim otoriter dengan pakaian ala Mao. Di China, orang-orang tua di era Mao jarang senyum, sama seperti orang Yahudi yang baru terlihat happy saat upacara tertentu di depan Tembok Ratapan. Itupun tak semuanya. Sebagian terlihat murung dan menangis persis di depan tembok yang banyak celahnya dan di isi kertas-kertas bertuliskan harapan dan doa.

Perhatian saya tertuju pada jas hitam, baju putih, janggut panjang dan topi kulit berwarna hitam yang menjulang tinggi di atas kepala mereka. Menurut Dr. Stephen Carr Leon yang pernah tinggal di Yerusalem, saat istri mereka mengandung, para suami akan lebih sering berada di rumah mengajari istri rumus-rumus matematika atau bermain musik. Mereka ingin anak-anak mereka secerdas Albert Einstein, atau sehebat Violis terkenal Itzhak Perlman.

Saya kira bukan hanya orang Yahudi yang ingin anak-anaknya menjadi orang pintar. Di Amerika Serikat, saya juga melihat orang-orang India yang membanting tulang habis-habisan agar bisa menyekolahkan anaknya. Di Bekasi, saya pernah bertemu dengan orang Batak yang membuka usaha tambal ban di pinggir jalan. Dan begitu saya intip rumahnya, di dalam biliknya yang terbuat dari bambu dan gedek saya melihat seorang anak usia SD sedang belajar sambil minum susu di depan lampu templok yang terterpa angin.Tapi tahukah anda, orang-orang yang sukses itu sekolahnya bukan hanya 5 senti?

Dari Atas atau Bawah ? Sekolah 5 senti dimulai dari kepala di bagian atas. Supaya fokus, maka saat bersekolah, tangan harus dilipat, duduk tenang dan mendengarkan. Setelah itu, apa yang di pelajari di bangku sekolah diulang dirumah, di tata satu persatu seperti melakukan filing, supaya tersimpan teratur di otak. Orang-orang yang sekolahnya 5 senti mengutamakan raport dan transkrip nilai. Itu mencerminkan seberapa penuh isi kepalanya. Kalau diukur dari kepala bagian atas, ya paling jauh menyerap hingga 5 sentimeter ke bawah.

Tetapi ada juga yang mulainya bukan dari atas, melainkan dari alas kaki. Pintarnya, minimal harus 50 senti, hingga ke lutut. Kata Bob Sadino, ini cara goblok. Enggak usah mikir, jalan aja, coba, rasain, lama-lama otomatis naik ke atas. Cuma, mulai dari atas atau dari bawah, ternyata sama saja. Sama-sama bisa sukses dan bisa gagal. Tergantung berhentinya sampai dimana.

Ada orang yang mulainya dari atas dan berhenti di 5 senti itu, ia hanya menjadi akademisi yang steril dan frustasi. Hanya bisa mikir tak bisa ngomong, menulis, apalagi memberi contoh. Sedangkan yang mulainya dari bawah juga ada yang berhenti sampai dengkul saja, seperti menjadi pengayuh becak. Keduanya sama-sama berat menjalani hidup, kendati yang pertama dulu bersekolah di ITB atau ITS dengan IPK 4.0. Supaya bisa menjadi manusia unggul, para imigran Arab, Yahudi, China, dan India di Amerika Serikat menciptakan kondisi agar anak-anak mereka tidak sekolah hanya 5 senti tetapi sekolah 2 meter. Dari atas kepala hingga telapak kaki. Pintar itu bukan hanya untuk berpikir saja, melainkan juga menjalankan apa yang dipikirkan, melakukan hubungan ke kiri dan kanan, mengambil dan memberi, menulis dan berbicara. Otak, tangan, kaki dan mulut sama-sama di sekolahkan, dan sama-sama harus bekerja. Sekarang saya jadi mengerti mengapa orang-orang Yahudi Mengirim anak-anaknya ke sekolah musik, atau mengapa anak-anak orang Tionghoa di tugaskan menjaga toko, melayani pembeli selepas sekolah.

Sekarang ini Indonesia sedang banyak masalah karena guru-guru dan dosen-dosen nya – maaf- sebagian besar hanya pintar 5 senti dan mereka mau murid-murid nya sama seperti mereka. Guru Besar Ilmu Teknik (sipil) yang pintarnya hanya 5 senti hanya asyik membaca berita saat mendengar Jembatan Kutai Kartanegara ambruk atau terjadi gempa di Padang. Guru besar yang pintarnya 2 meter segera berkemas dan berangkat meninjau lokasi, memeriksa dan mencari penyebabnya. Mereka menulis karangan ilmiah dan memberikan simposium kepada generasi baru tentang apa yang ditemukan di lapangan.Yang sekolahnya 5 senti hanya bisa berkomentar atas komentar-komentar orang lain. Sedangkan yang pandainya 2 meter cepat kaki dan ringan tangan.Sebaliknya yang pandainya dari bawah dan berhenti sampai di dengkul hanya bisa marah-marah dan membodoh-bodohi orang-orang pintar, padahal usahanya banyak masalah.

Saya pernah bertemu dengan orang yang memulainya dari bawah, dari dengkul nya, lalu bekerja di perusahaan tambang sebagai tenaga fisik lepas pantai. Walau sekolahnya susah, ia terus menabung sampai akhirnya tiba di Amerika Serikat. Disana ia hanya tahu Berkeley University dari koran yang menyebut asal sekolah para ekonom terkenal.Tetapi karena bahasa inggris nya buruk, dan pengetahuannya kurang, ia beberap kali tertipu dan masuk di kampus Berkeley yang sekolahnya abal-abal. Bukan Berkeley yang menjadi sekolah para ekonom terkenal. Itupun baru setahun kemudian ia sadari, yaitu saat duitnya habis. Sekolah tidak jelas, uang pun tak ada, ia harus kembali ke Jakarta dan bekerja lagi di rig lepas pantai.

Dua tahun kemudian orang ini kembali ke Berkeley, dan semua orang terkejut kini ia bersekolah di Business School yang paling bergengsi di Berkeley. Apa kiatnya? "Saya datangi dekannya, dan saya minta diberi kesempatan . Saya katakan, saya akan buktikan saya bisa menyelesaikannya. Tetapi kalau tidak diberi kesempatan bagaimana saya membuktikannya?"Teman-teman nya bercerita, sewaktu ia kembali ke Berkeley semua orang Indonesia bertepuk tangan karena terharu. Anda mau tahu dimana ia berada sekarang?Setelah meraih gelar MBA dari Berkeley dan meniti karir nya sebagai eksekutif, kini orang hebat ini menjadi pengusaha dalam bidang energy yang ramah lingkungan, besar dan inovatif.Saya juga bisa bercerita banyak tentang dosen-dosen tertentu yang pintarnya sama seperti Anda, tetapi mereka tidak hanya pintar bicara melainkan juga berbuat, menjalankan apa yang dipikirkan dan sebaliknya.

Maka jangan percaya kalau ada yang bilang sukses itu bisa dicapai melalui sekolah atau sebaliknya. Sukses itu bisa dimulai dari mana saja, dari atas oke, dari bawah juga tidak masalah. Yang penting jangan berhenti hanya 5 senti, atau 50 senti. Seperti otak orang tua yang harus di latih, fisik anak-anak muda juga harus di sekolahkan. Dan sekolahnya bukan di atas bangku, tetapi ada di alam semesta, berteman debu dan lumpur, berhujan dan berpanas-panas, jatuh dan bangun.

* Rhenald Kasali, Guru Besar Universitas Indonesia