Sabtu, 30 Juli 2011

TEORI GUJARAT

Berikut adalah kiriman dari seorang teman yang masuk ke email saya, dan saya copas dalam blog saya. Semoga bermanfaat...

TEORI MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA DARI GUJARAT DISEBUT JUGA SEBAGAI TEORI GUJARAT

Islam masuk ke Nusantara dibawa para pedagang dari Gujarat, India, di abad ke 14 Masehi. Demikian menurut buku-buku sejarah yang sampai sekarang masih menjadi buku pegangan bagi para pelajar kita, dari tingkat sekolah dasar hingga lanjutan atas, bahkan di beberapa perguruan tinggi.

Namun, tahukah Anda bahwa Teori Gujarat ini berasal dari seorang orientalis asal Belanda yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menghancurkan Islam? Orientalis ini bernama Snouck Hurgronje, yang demi mencapai tujuannya, ia mempelajari bahasa Arab dengan sangat giat, mengaku sebagai seorang Muslim, dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya.

Menurut sejumlah pakar sejarah dan juga arkeolog, jauh sebelum Nabi Muhammad Sholallohu ‘Alaihi Wasallam menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.
Mengutip buku Gerilya Salib di Serambi Makkah (Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar, 2006) yang banyak memaparkan bukti-bukti sejarah soal masuknya Islam di Nusantara, Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia

Bellwood menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi, yang berarti Nabi Muhammad SAW belum lahir, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina.

Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini.Dalam catatan kakinya Bellwood menulis, “Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barang perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa Dinasti Zhou (sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London. Benda-benda ini dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur, yang sudah sering dijarah…” Bellwood dengan ini hendak menyatakan bahwa sebelum tahun 221 SM, para pedagang pribumi diketahui telah melakukan hubungan dagang dengan para pedagang dari Cina.

Masih menurutnya, perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang dimaksudkan kerajaan adalah pemerintahan dengan raja dan memiliki wilayah yang luas. Sebab kerajaan Budha Sriwijaya yang berpusat di selatan Sumatera baru didirikan pada tahun 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985). Tapi bisa saja terjadi, “kerajaan-kerajaan kecil” yang tersebar di beberapa pesisir pantai sudah berdiri, walau yang terakhir ini tidak dijumpai catatannya.

Di Jawa, masa sebelum masehi juga tidak ada catatan tertulisnya. Pangeran Aji Saka sendiri baru “diketahui” memulai sistem penulisan huruf Jawi kuno berdasarkan pada tipologi huruf Hindustan pada masa antara 0 sampai 100 Masehi. Dalam periode ini di Kalimantan telah berdiri Kerajaan Hindu Kutai dan Kerajaan Langasuka di Kedah, Malaya. Tarumanegara di Jawa Barat baru berdiri tahun 400-an Masehi. Di Sumatera, agama Budha baru menyebar pada tahun 425 Masehi dan mencapai kejayaan pada masa Kerajaan Sriwijaya.

Temuan G. R Tibbets

Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara—terutama Sumatera dan Jawa—dengan Cina juga diakui oleh sejarahwan G. R. Tibbetts. Bahkan Tibbetts-lah orang yang dengan tekun meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. “Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi, ” tulis Tibbets. Jadi peta perdagangan saat itu terutama di selatan adalah Arab-Nusantara-China.

Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M—hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arab—di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya.

Di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal secara damai. Mereka sudah beranak–pinak di sana. Dari perkampungan-perkampungan ini mulai didirikan tempat-tempat pengajian al-Qur’an dan pengajaran tentang Islam sebagai cikal bakal madrasah dan pesantren, umumnya juga merupakan tempat beribadah (masjid).

Temuan ini diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.

Bahan Pembalseman Firaun Ramses II Menggunakan Kapur Barus Dari Nusantara

Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Di zaman Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun ketika Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Aceh.Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus.

Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi!

Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu.

Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya.

Tim tersebut menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah ratusan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur.

Di Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh, dan sebagainya hidup dengan berkecukupan. Mereka memiliki kedudukan baik dan pengaruh cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Budha Sriwijaya). Bahkan kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Mereka banyak yang bersahabat, juga berkeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar-pembesar Sriwijaya lainnya. Mereka sering pula menjadi penasehat raja, adipati, atau penguasa setempat. Makin lama makin banyak pula penduduk setempat yang memeluk Islam. Bahkan ada pula raja, adipati, atau penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam. Tentunya dengan jalan damai

Sejarahwan T. W. Arnold dalam karyanya “The Preaching of Islam” (1968) juga menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.Setelah abad ke-7 M, Islam mulai berkembang di kawasan ini, misal, menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara (F. Hirth dan W. W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII Centuries, St.Petersburg: Paragon Book, 1966, hal. 159). Bukti lainnya, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan. Penemuan ini membuktikan bahwa Islam telah merambah Jawa Timur di abad ke-11 M (S. Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia, Singapura: M. S. R.I., 1963, hal. 39).

Dari bukti-bukti di atas, dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut: Rasululah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam—periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab.

Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam.

Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf Al-Qur’an, karena mushaf Al-Qur’an baru selesai dibukukan pada zaman Khalif Utsman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Naskah Qur’an pertama kali hanya dibuat tujuh buah yang kemudian oleh Khalif Utsman dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum Muslimin yang dipandang penting yakni (1) Makkah, (2) Damaskus, (3) San’a di Yaman, (4) Bahrain, (5) Basrah, (6) Kuffah, dan (7) yang terakhir dipegang sendiri oleh Khalif Utsman. Naskah Qur’an yang tujuh itu dibubuhi cap kekhalifahan dan menjadi dasar bagi semua pihak yang berkeinginan menulis ulang. Naskah-naskah tua dari zaman Khalifah Utsman bin Affan itu masih bisa dijumpai dan tersimpan pada berbagai museum dunia. Sebuah di antaranya tersimpan pada Museum di Tashkent, Asia Tengah.

Mengingat bekas-bekas darah pada lembaran-lembaran naskah tua itu maka pihak-pihak kepurbakalaan memastikan bahwa naskah Qur’an itu merupakan al-Mushaf yang tengah dibaca Khalif Utsman sewaktu mendadak kaum perusuh di Ibukota menyerbu gedung kediamannya dan membunuh sang Khalifah.

Perjanjian Versailes (Versailes Treaty),

yaitu perjanjian damai yang diikat pihak Sekutu dengan Jerman pada akhir Perang Dunia I, di dalam pasal 246 mencantumkan sebuah ketentuan mengenai naskah tua peninggalan Khalifah Ustman bin Affan itu yang berbunyi: (246) Di dalam tempo enam bulan sesudah Perjanjian sekarang ini memperoleh kekuatannya, pihak Jerman menyerahkan kepada Yang mulia Raja Hejaz naskah asli Al-Qur’an dari masa Khalif Utsman, yang diangkut dari Madinah oleh pembesar-pembesar Turki, dan menurut keterangan, telah dihadiahkan kepada bekas Kaisar William II (Joesoef Sou’yb, Sejarah Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang, cet. 1, 1979, hal. 390-391).

Sebab itu, cara berdoa dan beribadah lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan ingatan para pedagang Arab Islam yang juga termasuk para al-Huffadz atau penghapal al-Qur’an.

Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 M, kerajaan Budha Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatera. Untuk bisa mendirikan sebuah perkampungan yang berbeda dari agama resmi kerajaan—perkampungan Arab Islam—tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu kepada penguasa, hingga akrab dan dipercaya oleh kalangan kerajaan maupun rakyat sekitar, menambah populasi Muslim di wilayah yang sama yang berarti para pedagang Arab ini melakukan pembauran dengan jalan menikahi perempuan-perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu terpenuhi baru mereka—para pedagang Arab Islam ini—bisa mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam bisa hidup di bawah kekuasaan kerajaan Budha Sriwijaya.

Perjalanan dari Sumatera sampai ke Makkah pada abad itu, dengan mempergunakan kapal laut dan transit dulu di Tanjung Comorin, India, konon memakan waktu dua setengah sampai hampir tiga tahun. Jika tahun 625 dikurangi 2, 5 tahun, maka yang didapat adalah tahun 622 Masehi lebih enam bulan.

Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah perkampungan Islam seperti yang telah disinggung di atas, setidaknya memerlukan waktu selama 5 hingga 10 tahun.Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah orang-orang Arab Islam generasi pertama para shahabat Rasulullah, segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib Rodhiyallohu ‘anhu.

Kenyataan inilah yang membuat sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara sangat yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara pada saat Rasulullah masih hidup di Makkah dan Madinah. Bahkan Mansyur Suryanegara lebih berani lagi dengan menegaskan bahwa sebelum Muhammad Sholallohu ‘Alaihi Wasallam diangkat menjadi Rasul, saat masih memimpin kabilah dagang kepunyaan Khadijah ke Syam dan dikenal sebagai seorang pemuda Arab yang berasal dari keluarga bangsawan Quraisy yang jujur, rendah hati, amanah, kuat, dan cerdas, di sinilah ia bertemu dengan para pedagang dari Nusantara yang juga telah menjangkau negeri Syam untuk berniaga. “Sebab itu, ketika Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul dan mendakwahkan Islam, maka para pedagang di Nusantara sudah mengenal beliau dengan baik dan dengan cepat dan tangan terbuka menerima dakwah beliau itu,” ujar Mansyur yakin.



Dalam literatur kuno asal Tiongkok tersebut, orang-orang Arab disebut sebagai orang-orang Ta Shih, sedang Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni’. Disebutkan bahwa duta Tan mi mo ni’, utusan Khalifah, telah hadir di Nusantara pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah dan menceritakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan telah tiga kali berganti kepemimpinan.

Dengan demikian, duta Muslim itu datang ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan Rodhiyallohu ‘anhu (644-656 M). Hanya berselang duapuluh tahun setelah Rasulullah SAW wafat (632 M).

Catatan-catatan kuno itu juga memaparkan bahwa para peziarah Budha dari Cina sering menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7 Masehi untuk mengunjungi India dengan singgah di Malaka yang menjadi wilayah kerajaan Budha Sriwijaya.

Gujarat Sekadar Tempat Singgah

Jelas, Islam di Nusantara termasuk generasi Islam pertama. Inilah yang oleh banyak sejarawan dikenal sebagai Teori Makkah.

Jadi Islam di Nusantara ini sebenarnya bukan berasal dari para pedagang India (Gujarat) atau yang dikenal sebagai Teori Gujarat yang berasal dari Snouck Hurgronje, karena para pedagang yang datang dari India, mereka ini sebenarnya berasal dari Jazirah Arab, lalu dalam perjalanan melayari lautan menuju Sumatera (Kutaraja atau Banda Aceh sekarang ini) mereka singgah dulu di India yang daratannya merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin) yang menjorok ke tengah Samudera Hindia dan nyaris tepat berada di tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera.

Bukalah atlas Asia Selatan, kita akan bisa memahami mengapa para pedagang dari Jazirah Arab menjadikan India sebagai tempat transit yang sangat strategis sebelum meneruskan perjalanan ke Sumatera maupun yang meneruskan ekspedisi ke Kanton di Cina. Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab ini terus berlayar ke Banda Aceh, Barus, terus menyusuri pesisir Barat Sumatera, atau juga ada yang ke Malaka dan terus ke berbagai pusat-pusat perdagangan di daerah ini hingga pusat Kerajaan Budha Sriwijaya di selatan Sumatera (sekitar Palembang), lalu mereka ada pula yang melanjutkan ekspedisi ke Cina atau Jawa.

Disebabkan letaknya yang sangat strategis, selain Barus, Banda Aceh ini telah dikenal sejak zaman dahulu. Rute pelayaran perniagaan dari Makkah dan India menuju Malaka, pertama-tama diyakini bersinggungan dahulu dengan Banda Aceh, baru menyusuri pesisir barat Sumatera menuju Barus.

Dengan demikian, bukan hal yang aneh jika Banda Aceh inilah yang pertama kali disinari cahaya Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab. Sebab itu, Banda Aceh sampai sekarang dikenal dengan sebutan Serambi Makkah.

Referensi:
1 Prof. Dr. HAMKA; Dari Perbendaharaan Lama; Pustaka Panjimas; cet.III; Jakarta; 1996; Hal.4-5.
2 Peter Bellwood, Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia, Gramedia, 2000. Judul asli “Prehistoriy of the Indo-Malaysian
Archipelago”, Academic Press, Sidney, 1985.
Buku ini menjadi pegangan peneliti dunia mengenai catatan arkelogis Polynesia dan Asia Tenggara.
3 Ibid, hal.455.
4 G.R. Tibbetts, Pre Islamic Arabia and South East Asia, JMBRAS, 19 pt.3, 1956, hal.207. Penulis Malaysia, Dr.
Ismail Hamid dalam “Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam” terbitan Pustaka Al-Husna, Jakarta, cet.1,
1989, hal.11 juga mengutip Tibbetts.
5 Robert Dick-Read; Penjelajah Bahari, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afriika; Mizan; Juni 2008. Dick-Read bisa
dihubungi di robet.dread@ntworld.com atau
thurlton.publishing@ntworld.com. Kunjungi pula www.phantomvoyagers.com.
6 Kitab Chiu Thang Shu, tanpa tahun.
7 R.W. Arnold, The Preaching of Islam (Lahore: Ashraf 1968), hal.367
8 F. Hirth dan W.W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Ar ab Trade in XII Centur ies (St.Petersburg:
Paragon Book, 1966) hal. 159.
9 S.Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia (Singapura: M.S.R.I., 1963), hal.39
10 Wawancara langsung penulis dengan Mansyur Suryanegara di Bandung, tahun 2002.

Senin, 18 Juli 2011

Web Buku dan Jurnal

Bagi Anda yang ingin mendapatkan Buku dan Journal luar negeri, Anda bisa mendowloadnya ke alamat berikut.

Untuk download Buku http://library.nu

Untuk download Journal http://www.emeraldinsight.com

Selamat mencoba dan semoga bermanfaat

Jumat, 08 Juli 2011

Hari Ini dan Kemarin

Ada 3 kalimat, yang konon katanya dari sebuah Hadist Nabi SAW.

Pertama, hari ini > (baca : lebih baik dari) kemarin = BERUNTUNG
Kedua, hari ini = (baca : sama dengan) kemarin = RUGI
Ketiga, hari ini < (baca : lebih jelek dari) kemarin = CELAKA

Jika kita ditanya "mau pilih yang mana ?", tentu kita semua sepakat pilih yang pertama, BERUNTUNG. Jika kita memilih hal tersebut, konsekuensinya adalah hari ini kita harus berbuat sesuatu yang lebih baik dari kemarin.
Misal jika kemarin kita tidak tepat waktu (terlambat) datang kekantor, maka hari ini kita harus datang tepat waktu (tidak terlambat). Jika kemarin kita hanya sedekah Rp 100.000 maka hari ini kita harus sedekah lebih dari Rp 100.000. Dst-nya

Untung atau Rugi dalam istilah dagang (akuntansi) adalah selisih Pendapatan dikurangi Biaya. Pendapatan adalah hasil (rezeki) yang kita terima. Biaya adalah hasil (rezeki) yang kita keluarkan.

Pendapatan (rezeki) - Biaya (rezeki) = Untung / Rugi (rezeki)

Selasa, 05 Juli 2011

2 Manusia Super

Berikut ini ada kiriman email ke saya yang cukup inspiratif....
Semoga bermanfaat....


DUA MANUSIA SUPER DI JEMBATAN SETIABUDI

Tanpa disadari terkadang sikap apatis menyertai saat langkah kaki Mengarungi tuk coba taklukkan ibukota negri ini. Semoga Kita selalu Diingatkan.

* * * * *

Siang ini February 6, 2008, tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super.
Mereka mahluk mahluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya diatas Jembatan penyeberangan Setia Budi, dua sosok kecil berumur kira-kira Delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam.

Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue diujung Jembatan, dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat Tangan lebar lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka Dengan ucapan, "Terima kasih Om!" Saya masih tak menyadari kemuliaan Mereka Dan cuma mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk ke arah Mereka.

Kaki-kaki kecil mereka menjelajah lajur lain diatas jembatan , menyapa Seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh Keceriaan, laki laki itupun menolak dengan gaya yang sama dengan saya, lagi Lagi sayup sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil Mereka. Kantong hitam tampat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok Disudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta. Saya melewatinya dengan Lirikan kearah dalam kantong itu, duapertiga terisi tissue putih Berbalut plastik transparan .

* * * * *

Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama Dan mendapati mereka Tengah mendapatkan pembeli seorang wanita, senyum diwajah mereka terlihat Berkembang seolah memecah mendung yang sedang manggayut langit Jakarta .

"Terima kasih ya mbak. Semuanya dua ribu lima ratus rupiah!" tukas mereka, Tak lama si wanita merogoh tasnya Dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh Ribu rupiah.

"Maaf, nggak Ada kembaliannya.. Ada uang pas nggak mbak?" Mereka Menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan
Sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah Mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter.

"Om boleh tukar uang nggak, receh sepuluh ribuan?" suaranya mengingatkan Kepada anak lelaki saya yang seusia mereka. Sedikit terhenyak saya merogoh Saku celana Dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar Empat ribu rupiah.

"Nggak punya!" tukas saya. Lalu tak lama si wanita berkata, "Ambil saja Kembaliannya, dik!" sambil berbalik badan Dan meneruskan langkahnya kearah Ujung sebelah timur.

Anak ini terkesiap, IA menyambar uang empat ribuan saya Dan menukarnya Dengan uang sepuluh ribuan tersebut Dan meletakkannya kegenggaman saya yang Masih tetap berhenti, lalu IA mengejar wanita tersebut untuk memberikan Uang empat ribu rupiah tadi.

Si wanita kaget, setengah berteriak IA bilang, "Sudah buat kamu saja, nggak Apa-apa ambil saja!" Namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut.
"Maaf mbak, cuma Ada empat ribu. Nanti kalau lewat sini lagi saya Kembalikan!" Akhirnya uang itu diterima is wanita karena is kecil pergi
Meninggalkannya.

* * * * *

Tinggallah episode saya Dan mereka. Uang sepuluh ribu digenggaman saya Tentu bukan sepenuhnya milik saya. Mereka menghampiri saya Dan berujar, "Om, bisa tunggu ya. Saya kebawah dulu untuk tukar uang ketukang ojek!"

"Eeh ..nggak usah ..nggak usah ..biar aja ..nih !" saya kasih uang itu ke Is kecil, IA menerimanya tapi terus berlari ke bawah jembatan menuruni
Tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek.

Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya, "Nanti dulu Om , biar ditukar dulu ..sebentar"
"Nggak apa-apa, itu buat kalian," lanjut saya.
"Jangan ..jangan Om. Itu uang om sama mbak yang tadi juga," anak itu Bersikeras.
"Sudah .. Saya Ikhlas. Mbak tadi juga pasti ikhlas!" saya berusaha Mem-bargain, namun IA menghalangi saya sejenak Dan berlari keujung jembatan Berteriak memanggil temannya untuk segera cepat. Secepat kilat juga IA Meraih kantong plastik hitamnya Dan berlari kearah saya.

"Ini deh om , kalau kelamaan , maaf .." IA memberi saya delapan pack Tissue.

"Buat apa?" saya terbengong.

"Habis teman saya lama sih Om. Maaf, tukar pakai tissue aja dulu," walau dikembali kan IA tetap menolak.

Saya tatap wajahnya , perasaan bersalah muncul pada rona mukanya. Saya Kalah set. Ia tetap kukuh menutup rapat tas plastic hitam tissuenya. Beberapa saat saya mematung di sana, sampai sikecil telah kembali dengan Genggaman uang receh sepuluh ribu, Dan mengambil tissue dari tangan saya Serta memberikan uang empat ribu rupiah.

"Terima kasih Om!" Mereka kembali keujung jembatan sambil sayup sayup ter dengar percakapan, "Duit mbak tadi gimana ..?" Suara kecil yang lain Menyahut, "Lu hafal kan orangnya. Kali aja ketemu lagi ntar Kita Kasihin..." Percakapan itu sayup sayup menghilang. Saya terhenyak dan Kembali kekantor dengan seribu perasaan.

* * * * *

Tuhan .. Hari ini saya belajar dari dua manusia super. Kekuatan kepribadian Mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh. Mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra. Mereka tahu hak mereka dan hak orang lain. Mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang Tissue.

Dua anak kecil yang bahkan belum baligh , memiliki kemuliaan di umur mereka yang begitu belia.

YOU ARE ONLY AS HONORABLE AS WHAT YOU DO = Engkau hanya semulia yang kau kerjakan.------(MT)

Saya membandingkan keserakahan kita, yang tak pernah ingin sedikitpun berkurang rizki kita meski dalam rizki itu sebetulnya ada milik orang lain.

"Usia memang tidak menjamin kita menjadi Bijaksana. Kitalah yang memilih untuk menjadi bijaksana atau tidak."

Semoga pengalaman nyata ini mampu menggugah saya dan teman lainnya untuk lebih SUPER.

Minggu, 03 Juli 2011

KAYA dan MEWAH, PADI dan RUMPUT

Di sebuah pertemuan pada 27 Juni 2011, saya bersama rombongan makan siang di Hawker Food Terminal Ferry International Batam Center. Hawker Food adalah sebuah restoran Halal Food.

Pada perbincangan itu saya mendapat 2 hikmah :

Kita boleh KAYA tapi tidak boleh MEWAH.
Artinya dalam hidup ini boleh mencari harta sebanyak-banyaknya namun dalam "mengalokasikan" harta tersebut kita tidak boleh bermewah-mewah. Jika kita ingin membeli barang, tanyakan terlebih dahulu "barang ini saya BUTUHKAN ataukah saya INGINKAN ?" Kalau jawabannya "saya butuhkan" maka semahal apapun harga barang tersebut WAJIB kita beli. Namun kalau jawabannya "saya inginkan" maka semurah apapun harga barang tersebut TIDAK WAJIB kita beli.
Kaya YES, mewah NO.

Jika kita menanam PADI maka yang akan tumbuh selain padi juga RUMPUT
Tapi jika kita menanam RUMPUT maka kita tidak akan mendapat PADI.
Jika kita berbuat baik, maka ada kemungkinan ada yang tidak suka pada kita.
Tapi jika kita melakukan hal buruk, maka tidak akan ada orang yang suka pada kita.


Maka, silahkan kita menjadi KAYA namun jangan MEWAH...sesuaikan dengan KEBUTUHAN
dan senantiasalah BERBUAT BAIK walaupun ADA ORANG YANG TIDAK MENYUKAI.

Salam Sukses

Cahyo Budi Santoso