Senin, 31 Oktober 2011

Dua Jam Bersama Pak Dahlan Iskan Setelah jadi Menteri BUMN

Dua Jam Bersama Pak Dahlan Iskan Setelah jadi Menteri BUMN
Oleh Hazairin Sitepu

"Ok." Hanya dua huruf ini yang tertulis di monitor handphone saya. Pesan ini datang dari Dahlan Iskan, menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai balasan atas short message system (SMS) saya. Saya kemarin pagi mengirim SMS kepada Pak Dahlan untuk meminta waktu bertemu Beliau, ingin menyampaikan selamat atas dilantiknya menjadi menteri BUMN. Padahal usai dilantik pada 20 Oktober lalu, waktu saya masih di Eropa, sudah menyampaikan ucapan selamat melalui SMS dan Pak Dahlan sudah membalas dengan menyatakan terima kasih dan permohonan maaf. "Maafkan aku Hazairin, SMS-mu baru saya balas karena ada ribuan SMS yang masuk ke handphone saya," tulisnya. Tapi rasanya kurang afdhal kalau tidak bertemu sambil menjabat tangannya.

Saya lalu ke kantor menteri BUMN di Jl. Merdeka Barat, bekas kantor PT Garuda Indonesia. Naik ke lantai 19 karena ruang kerja menteri di lantai tersebut. Pak Dahlan ternyata sedang bertemu Pak Yacob Oetama dan pimpinan Harian Kompas di Palmerah dan saya harus menunggu. "Maaf, Bapak menunggu di bawah saja. Di lobi. Biar aman di sini," katapetugas security di lantai 19 kepada saya. "Gak apa-apa Mas, saya aman kok," kata saya. Tampang saya mungkin mencurigakan, karena selama saya duduk di ruang tunggu petugas ber-handy talky ini tampak sering mondar-mandir dan tiga kali mengintip dari celah dinding kaca. Sekitar 15 menit di ruang tunggu, Pak Dahlan menelepon dan meminta saya menuju ke Kuningan, karena Beliau akan bersilaturahmi dengan seorang tokoh di sebuah tempat di situ. "Nanti kita ketemu di sana aja," katanya. Saya lalu menuju ke Kuningan. Hazairin, Anda sudah di mana? Belok kanan saja lalu ambil jalur lambat, tunggu saya di depan Wisma Bakri, katanya saat itu. Pak Dahlan menelepon lagi ketika saya sudah di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hampir bersamaan dengan saya menutup telepon, melintas di jalur cepat rombongan pejabat dengan pengawalan dua sepeda motor Patwal di depan berikut satu mobil Patwal lagi dan di belakang ada satu lagi mobil Patwal. Saya bilang sama sopir saya: "Itu rombongan menteri BUMN sudah lewat." Tiba-tiba Pak Dahlan menelepon: "Saya sudah di belakang Anda, stop aja di situ," katanya. Sopir saya berhenti beberapa meter sebelum depan Wisma Bakri, dan dalam waktu hampir bersamaan mobil Toyota Land Cruiser berhenti sekitar 10 meter di belakang mobil saya. Melalui kaca monitor saya melihat pria berbaju biru lengan panjang turun dan berjalan cepat ke arah mobil saya. "Itu Pak Dahlan," kata saya lalu turun menyambut menteri BUMN itu. Pak Dahlan kemudian masuk ke mobil saya, duduk di jok depan. "Ayo jalan," katanya kepada sopir saya yang masih bingung melihat tingkah Pak Menteri. "Biasanya yang duduk di depan itu ajudan," kata saya dalam hati.

"Kita ke kantor saja ya, nanti Dirut Pertamina mau ketemu. Terus jam tiga saya ada pertemuan dengan menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) ," kata Pak Dahlan.

Saya membayangkan 15 tahunan yang lalu ketika Pak Dahlan ke Makassar untuk suatu rapat di Harian Fajar (grup Jawa Pos). Waktu itu Pak Dahlan meminta saya yang menjemput Beliau ke bandara. "Pakai mobil Anda saja," kata Pak Dahlan waktu itu. Padahal mobil dinas direksi jauh lebih bagus dibanding mobil dinas saya yang wakil pemimpin redaksi. Begitu pula waktu ke bandara, harus saya juga yang antar menggunakan mobil yang kurang bagus itu. Teringat pula waktu di Bogor 11 tahun lalu, saya mengantar Beliau ke Jakarta dengan mobil Mazda Vantren, padahal pada tahun itu sehari-hari Pak Dahlan naik Mercedes dan Jaguar. Dalam perjalanan Kuningan-Merdeka Barat saya menanyakan kebenaran beberapa pernyataannya yang disiarkan berbagai media, terutama soal meminta direksi BUMN harus berani menolak intervensi partai politik. "Itu benar. Asli. Harus begitu," katanya.

"Ayo masuk. Ambil kanan. "Ayo masuk. Ambil kanan. Masak kamu kalah sama mobil itu," kata Pak Dahlan kepada sopir saya, yang memberikan kesempatan kepada mobil yang datang dari simpang kanan untuk mendahului. "Dia gugup Pak, ada menteri di sampingnya," timpal saya. "Ah...sama saja," kata Pak Dahlan lagi.

Tiba di lantai 19 saya ke ruang kerjanya. "Besar bangat Pak. Ini kalau di kantor saya sudah beberapa ruangan," kata saya mengomentari ruang kerja yang sangat luas dan tampak mewah itu. "Iya, saya belum duduk di kursi itu. Saya di sini saja," katanya yang lalu duduk di kursi ruang rapat yang menyatu dengan ruang kerja. Maksudnya, selama menjadi menteri Beliau belum pernah duduk di kursi kerja menteri yang mewah itu.

Waktu menjadi Dirut PLN dan CEO Jawa Pos Group Pak Dahlan memang tidak menempati ruang kerja Dirut yang juga luas. Mula-mula dia menempati ruang rapat Dirut, kemudian pindah ke satu ruangan yang jauh lebih kecil dari ruang kerja Dirut. Lagi-lagi ruangan itu juga tidak dia gunakan sepenuhnya kecuali meja rapat Dirut sebagai tempat kerjanya sehari-hari. Sambil menunggu datangnya Dirut Pertamina, Pak Dahlan makan siang. Dia mengambil sendiri, menyajikan sendiri dan piring bekas makannya dia bawa sendiri ke ruang sekretariat Dirut. Rupanya ada bekal yang sudah disiapkan Bu Dahlan, istrinya, dari rumah yang disimpannya di belakang kursi kerja Dirut. Selain nasi putih, ada ayam dan ikan yang digulai, kemudian sayur berwarna hijau.

Setelah makan siang, kira-kira pukul 14:20, Pak Dahlan menandatangani sejumlah surat, lalu mengantar sendiri surat-surat yang sudah dia tandatangani itu ke ruang sekretariat. "Sekarang sudah setengah tiga, Dirut Pertamina belum datang" Batalin aja, nanti diatur lagi. Saya mau ketemu menteri ESDM jam tiga," kata Pak Dahlan. Kami lalu turun ke lobi untuk persiapan ke Kementerian ESDM. Begitu melihat menterinya di lobi, beberapa staf dan petugas security mendadak sibuk. "Ayo kita jalan kaki saja," kata Pak Menteri. "Jangan Pak, sebaiknya Bapak naik mobil," kata saya sambil menelepon sopir. "Ah..cuman dekat kan. Macet lho," jawab Pak Menteri lagi sambil terus berjalan ke luar halaman kantor.

Pak Dahlan, saya dan seorang staf beliau lalu berjalan ke Kementerian ESDM yang jaraknya sekitar 300 meter dari kantor Kementerian BUMN. Rupanya protokol kedua kementerian sudah berkoordinasi sebelum kami tiba. Begitu di depan pintu lobi, protokol ESDM sudah menyambut. Pak Dahlan pun diantar ke ruang tunggu tamu menteri karena kemungkinan menteri ESDM lagi ada tamu dan menteri BUMN sangat disiplin, datang tepat waktu. Pak Dahlan terpaksa harus menunggu di ruang tunggu bersama-sama tamu lainnya yang bukan menteri. Petugas security Kementerian ESDM hanya bisa geleng kepala. "Gak ada menteri seperti ini," kata seorang dari mereka. "Pak Dahlan... Pak Dahlan. Sikapnya tidak berubah. Masih seperti dulu-dulu. Asli," kata saya.

Mobil Land Cruiser yang tadi itu ternyata milik pribadi. Dia memang tidak mau menggunakan mobil dinas menteri, apalagi harus dikawal. Pak Dahlan memang memiliki beberapa mobil mewah. Sebelum menjadi Dirut PLN, dia memimpin kurang-lebih 200 perusahaan. Perusahaan-perusahaan BUMN yang dia pimpin sekarang jumlahnya 141 buah.

Pejabat-pejabat Kementerian BUMN atau para direksi BUMN akan merasakan yang namanya rapat subuh, rapat tengah malam, rapat di bandara, rapat dalam perjalanan, di atas mobil, dll, makan di pinggir jalan, dll.

Pak Dahlan adalah figur yang sangat berkarakter. Dan karakter seorang Pak Dahlan sudah pasti akan memberi warna terhadap penampilan BUMN di masa akan datang, baiksecara corporasi maupun profesionalitas pengurus BUMN itu sendiri. Inilah pengalaman saya selama dua jam bersama Pak Dahlan setelah menjadi menteri BUMN. (*)

1 komentar:

  1. Wah jd ikut senang pak saya,karna mobil saya sekarang jg MAzda-Vantrend(Bisanya msh sbatas itu)hehehe...
    Tp hebatnya lagi P.Dahlan orang yg sderhana ya pak,kaya raya tp masih mau naik mobil vantrend ... Bagus pak tulisan&critanya.
    Boleh share nggak pak ?

    BalasHapus