Kamis, 18 Agustus 2011

BERMARTABAT DENGAN ZAKAT


(Dimuat di Batam Pos edisi 12 Agustus 2011)

BERMARTABAT DENGAN ZAKAT
oleh
Cahyo Budi Santoso*)

Apa arti uang Rp 20.000 bagi Anda ? Tentu masih ingat kita akan peristiwa “Tragedi Zakat” dalam 9 tahun terakhir. Di Gresik tahun 2002 menelan korban 1 meninggal dunia, “Tragedi Zakat Jakarta” tahun 2003 menelan korban 3 orang tewas, dan puncaknya pada tahun 2008 “Tragedi Zakat Pasuruan”. H. Syaichon (50 tahun), pengusaha kulit, jual beli mobil dan sarang burung wallet membagikan zakatnya secara langsung kepada fakir miskin. Alhasil, 21 orang meninggal karena terinjak-injak untuk memperebutkan selembar uang dua puluh ribu. Begitulah potret pengelolaan zakat di Indonesia, masyarakat masih mau menyalurkan zakatnya secara langsung dengan berbagai alasan. Salah satu alasannya yang sering dijadikan argument adalah “puas”. Menyalurkan zakat sendiri, punya kepuasan tersendiri. Muzaki dapat langsung menyampaikan niatnya kepada mustahik. Memang benar, puas bagi muzaki (pembayar zakat). Namun apakah mustahik juga puas ? Puas yang bagaimana yang muzaki rasakan ?

Zakat esensinya adalah mengangkat harkat martabat muzaki dan mustahik. Zakat untuk memulyakan muzaki dan mustahik. Bukan untuk menyengsarakan…bukan untuk menambah derita…bahkan bukan untuk ajang “pamer kebajikan (baca : kepuasan)”
Sedih, BAZ dan LAZ sebagai badan/lembaga yang diberi otoritas mengelola zakat dii Indonesia, masih kurang mendapat kepercayaan dari muzaki. Namun disisi lain, mustahik terus berharap agar BAZ dan LAZ dapat membantu kesulitan mereka.

Sudah 66 tahun kemerdekaan Indonesia, namun sepertinya Indonesia belum bisa keluar dari masalah kemiskinan. Kemiskinan bukanlah hanya faktor kemalasan (miskin struktural) sebagai penyebabnya, namun juga disebabkan oleh ketidakmerataan distribusi pendapatan, kesempatan kerja, akses pendidikan dan hajat hidup lainnya. Hal ini diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat pedih.”

Visi zakat adalah mengubah mustahik menjadi muzaki. Mengubah kemiskinan menjadi keberdayaan. Mengubah tangan dibawah menjadi tangan diatas. Oleh karena itu zakat sering disebut dengan konsep mengangkat harkat martabat muzaki dan mustahik. Mengapa ? Karena dengan zakat, muzaki telah memenuhi hak mustahik. Dengan zakat, muzaki telah membersihkan dirinya dari sifat bakhil. Dan dengan zakat, muzaki telah mengangkat martabatnya dihadapan Allah SWT sebagai pribadi jujur dan beriman.

Demikian juga bagi mustahik. Zakat sesungguhnya hak dia. Zakat sesungguhnya air dalam kedahagaan. Zakat sesunguhnya untuk mengangkat martabatnya dari keterpurukan menjadi keshalihan. Oleh karena itu, zakat menjadi instrument amal jama’i dalam pengentasan kemiskinan.

Agar visi zakat dapat terwujud, perlu upaya agar kesadaran berzakat melalui lembaga semakin meningkat. Antara lain dengan optimalisasi peran dan fungsi lembaga zakat baik melalui transparansi laporan keuangan maupun kegiatan. Juga perlunya gerakan yang mensosialisasikan “bayar zakat melalui lembaga”.
Menunaikan zakat bukan hanya sekedar kewajiban, tetapi lebih dari sekedar kebutuhan. Bukan hanya kebutuhan mustahik, tetapi juga kebutuhan muzaki. Karena dengan zakat sesungguhnya mengangkat martabat muzaki dan mustahik.

Batam, 10 Agustus 2011

*) Branch Manager BMH Kepulauan Riau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar